Laman

7 Sep 2011

BERITA SEKITAR KUSNI SULANG "GEGERKAN" KALTENG


Menanti Solidaritas Pada Perjuangan Petani Seruyan


TERAS TERKESAN BELA INVESTOR
Sebut NKRI Bukan Negara Sosialis

PALANGKA RAYA—Pernyataan tokoh Aliansi Masyarakat Adat (AMAN) Kalteng Kusni Sulang membuat Gubernur Kalteng  Agustin Teras Narang terusik. Dalam pernytaannya di hadapan para pejabat eselon yang baru saja mengikuti pelantikan itu, terkesan sekali bahwa gubernur membela keberadaan para investor.

‘’Ada satu berita yang  sangat mengusik saya tentang masalah Kalteng Dijajah Investor’’. Saya ingin ingatkan kepada semua bahwa NKRI bukanlah Negara sosialis “, kata Teras Narang sat memberikan sambutan pada pelantikan pejabat eselon II, III, dan IV di lingkungan Pemprov Kalteng di Aula Jayang Tingang Kantor Gubernur Kalteng, Senin (2/8) kemarin.

Pemberitaan dan pernyataan ini kata Teras, dampak politiknya luar biasa. Saat ini sistem hukum Negara kita mengundang investor . Undang-undang PMDN, UU PMDN, UU Badan Hukum, UU BUMN, UU Pokok Agraria, UU Perkebunan, UU Pertambangan, dan UU menyangkut masalah perekonomian kerakyatan tidak ada memberikan batasan.
  
Berita seperti ini kata dia, amat sangat membahayakan. NKRI adalah Negara demokratis. Negara kita memberikan kesempatan kepada investasi. Dan malahan UU Penanaman Modal Asing membuka sampai 100 persen.

Pun begitu, Teras sependapat bahwa investasiharus memperhatikan kepentingan rakyat yang berada di lingkungan tempatnya berinvestasi. “Inilah yang namanya Coorporate Social Responsibility (CSR), katanya.

Membahayakan kalau ada berita mengarah kepada hal yang landasan ideologi bangsa. Dengan ada meninggi Teras mengatkn agar jangan memprovokasi. “Tegas saya katakan, jangan memprovokasi”, ujarnya . Dan kalau dirinya di pihak aparatur penegak hukum, maka dia akan bertanya baik kepada yang membuat berita dan yang menyampaikan berita itu.

“Saya ingatkan, saya berada di sini melalui proses yang panjang. Saya pngacara berpuluh tahun dan sebagai anggota  DPR RI dipercayakan sebagai Ketua Komisi.  Saya perancang  UUD 1945, ada plus minusnya, saua salah satu orang yang dipercayakan membuat UU pada era reformasi. Karena itu , hati-hati kalau ada pengutipan-pengutipan yang tidak didasarkan pada ideologi NKRI . Bahaya.’’, katanya.

Dirinya juga tidak ingin Bumi Tambun Bungai yang dicanangka menjadi Bumi Pancasila dinodai. Segala pikiran, segala perkataan, dan perbuatan yang dilakukan harus didasarkan pada 4 pilar, yaitu Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI. Empat pilar inilah sebagai penguat bagaikan meja yang menguatkan keberadaannya dari merah putih. Kalau ada yang tidak paham keberadaan 4 pilar ini dan punya interpretasi sendiri, dia wajib untuk bertanggungjawab . Karena, kalau negara kita kemudian tidak dipahami pilar-pilarnya, Teras tidak mengerti lagi apa yag harus dilakukan. ‘’Sekali saya katakan, Kalteng bukan tempt anda untuk memprovokasi hal-hal yang bersifat ideologi, bermasyarakat , berbngsa, dan bernegara’’, katanya.

Diberitakan sebelumnya, sikap kritis terhadp keberadaan para investor di Kalteng dilontarkan  oleh Kusni Sulang  salah seorang tokoh masyarakat adat di Kalteng, Putra Klteng yng pernah lama menetapi di Prncis ini menyebutkan wilayah Kalteng sekarang tengah berada di bwah koloni atau jajahan para investor perkebunan dan pertambangan. “Mestinya lembaga Masyarakat Adat bisa menjadi lembaga independen untuk mengontrol masyarakat .Ini akan menjadi kendaraan politik, masyarakat adat sudah menjadi tidak independen. Dikatakan tidak idependen karena saat ini masyarakat adat sudah termarjinalisasi oleh investor, masyarakat adat, bisa dengan mudahnya menjual tanahkepada perusahaan tambang dan perkebunan, padahal tanah, adalah tempat hidup masyarakat adat dan tidak dapat dipisahkan”, tegasnya saat Dialog publik “Sinkronisasi Hukum Adat dan Hukum Negara” AMAN Kalteng di Aula Soverdi Jalan Tjilik Riwut Km.5,5, Sabtu (30/7).

Dia menyebutkan, saat ini Kalteng menjadi daerah koloni jajahan para investor, lanjutnya, Kalteng hanya sebagai penyedia bahan mentah, banyak perusahaan sawit di Kalteng, tetapi harga minyak sayur masih tinggi , begitu juga dengan pertambangan brubara, tetapi masih banyak jalan-jalan yang rusak. (ink/tur).

Sumber: Harian Kalteng Pos, Palangka Raya, 3 Agustus 2011.


PEMBAGIAN KAWASAN DI KALTENG

No.        Bidang                                          Unit Usaha                              Luas Areal
1.           PBS Sawit                                  347 Perusahaan                        4.530.000 Ha
2.           Pertambangan                           636 Izin                                      2.724.143 Ha
3.           HPH                                             60 Unit                                     4.227.953 Ha
4.           HTI                                              23  Unit                                        607.614 Ha
JUMLAH                                                                                                   12. 089. 710 Ha
LUAS WILAYAH KALTENG    15.356.700 Ha  atau 153.564 Km2.

Sumber: SOB (Save Our Borneo) Kalteng
Dikutip dari Harian Kalteng Pos, Palangka Raya,  3 Agustus 2011.

Areal yang belum tersisa: 15.356.700 Ha- 12.089.710 Ha = 3.228. 980
Jumlah ini masih dikurangi lagi untuk areal koservasi dan taman nasional serta yang dijarah terus-menerus.
Berapa  hektar tersisa untuk penduduk?
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Editorial Harian Tabengan, Palangka Raya, 27 Juli 2011:

“Primadona sektor pertambangan ternyata belum memberikan kontribusi signifikan bagi penerimaan pedapatan asli daerah (PAD).Padahal ada ratusan perusahaan pertambangan yang beroperasi di Provinsi Kalteng, tersebar di sejumlah kabupaten.

Menurut  Gubernur Kalteng Agustin Teras Nrang, ada 457 pemegang pertambangan yang beroperasi, meliputi Kuasa Pertambangan (KP), Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Barat (PKP2B), dan Kontrak Karya (KK), namun potensinya belum maksimal memberikan masukan bagi daerah.

 Teras menyayangkan belum maksimalnya sumbangsih dari sektor pertambangan terhadap PAD, malah tertinggal dari sektor perdagangan, hotel, dan restoran

Sudah tentu, permasalahan seputar PAD dari sektor pertambangan ini merupakan tanda-tanda awl driperjalanan pengelolaan potensi pertambangan di daerah ini yang harus mendapat prioritas perhatian. Karena apa? Jangan sampai lingkungan rusak, daerah tidak dapat apa-apa sama sekali. Patut diingt, bahwa persoalan  utama yang akan dihadapi daerah ini, rusaknya lingkungan hidup akibat eksploitasi tambang.

Jangan sampai daerah ini justru masuk lubang yang kedua kalinya setelah masa kejayaan pengelolaan sektor kehutanan. Hanya saja kerusakan hutan masih mampu untuk ditanami, sementara untuk untuk kerusak tambang akan sangat sulit dan butuh waktu yang sangat lama.

Jika tidak diseriusi, daerah ini akan mengalami kerugian besar, apalagi slah kelola akibatsalah urus dari sumber daya manusia yang tidak benar-benar megelolanya, termasuk untuk kepentingan pribadi  atau kelompoknya, maka genaplah penderitaan rakyat.   Sudah pemanfaatannya kecil sekali, malah banyak terjadi kehancuran lngkungan.

Seperti kita ketahui bersama, banyak sekali kerusakan yang ditimbulkan karena eksploitasi tambang, di antaranya kerusakan lingkungan pencemaran air, kerusakan jalan, terganggunya transportasi air, dan lainnya.

Fakta diatas aka semakin menguatkan bahwa pengelolaan pertambangan  sangat lekat dengan daya rusak, sehingga semua komponen harus berjalan bersama membangun komitmen yang kuat untuk menjaga lingkungan dari pengelolaan pertmbngan yang tidk mengikuti aturan. Semua pihak harus tnpa hentinya mengingatkan dan meminta kepada pemerintah pusat maupun daerah bahwa satu-satunya cara untuk menghindari dan menghentikan kerusakan lingkungan sosial, budaya, dan ekonomi  rakyat dari eksploitasi akibat pertambangan dengan cara bijak adalah membiarkan potensi SDA tersebut tetap dalam perut bumi. Jika peraturan tak mampu dilaksanakan. ***



------------------------------------------------------------------------
78,7 PERSEN DIBERIKAN KE INVESTOR
------------------------------------------------------------------------

Direktur Wahana Lingkungan  Hidup Indonesia (Walhi) Kalteng Ari Rompas menilai, saat ini sistem penjajahan yang terjadi di Indonesia adalah monopoli tanah.

Délam hal kemudian, para pengusaha yang didukung kebijakan  dari pemerintah, merampas  tnah-tanah secara  legal, yakni dengan memberikan izin-izin pertambangan, HPH, dan perkebunan swit. Bentuk penjajahan ini menjadi legal, krena diberikan oleh pemerintah.

“Misalnya saja, HGU bisa smpai 90 tahun dan dapat diperpanjang 25 thun ke depan. Jadi bentuk penjajahannya itu bisa panjang dan lama. Kemudian juga seperti kontrak krya-kontrk karya langsung diberikan kepada investor yang kemudian,langsung menduduki wilayah-wilayah masyarakat adat”, terangnya saat dihubungi Kalteng Pos Selasa (2/8) siang.

Hari ini lanjutnya, kondisi Kalteng hampir 80 persen wilayah luasannya (78,7 persen) , sudah diberikan kepada investor (tambang, sawit dan HPH). Sementara itu , masyarakat asli Kalteng itu sendiri, masih berkitan erat dengan tanah dalam kehidupannya.

Hmpir 80 persen penduduk Kalteng hampir bekerja di sektor tanah, yaitu sektor agraria sebagai alat produksinya. Sehingga muncul konflik-konflik, yang bersumber pada permaslahan agraria ini.

“Yang menjadi persoalannya, jika pemerintah menyelesaikannya dengan parsial. Bahkan dengan bentuk ganti rugi, yang sebenarnya  merupakan bentuk paksaan pengambilan tanah yang tersamarkan”, tegasnya.

Senada itu, Direktur Save Our Borneo (SOB) Kalteng Nordin juga mengatakan, kecenderungan Kalteng seperti dijajah investor itu sebenarnya sudah lama direspon pihaknya. Mereka melihat kecenderungan pemerintah sendiri yang obral izin kepda investor-investor dan kapitalt-kapital.

Namun , lanjut dia, disisi lain tidak memberikan kemudahan yang memadai bagi masyarakat, untuk melegalisasikan atau memperoleh hak-haknya atas sumber-sumber  kehidupannya, seperti tanah, hutan, sungai dan lainnya.

“Kalau sudah urusannya dengan investor yang mungkin punya duit, maka urusannya akan mudah. Tapi, kalau masyarakat   kecil , sebaliknya. Saya tidak menyalahkan apa yang disampaikan  oleh JJ. Kusni, mungkin ada tepatnya, meski dengan bahasa yang lain,” terangnya saat dihubungi , Selasa (2/8) siang.

Saat ini , lanjutnya, terjadi obral kemudahan, orang semakin berduit semakin diberikan insentip dengan berbagai kemudahan, tetapi semakin kecil warga di kampung, di desa-desa, semakin mendapatkan ketidakmudahan. “Itu yang terjadi selama ini”, tegasnya.

Jika dikatakan bagi pembangunan, PBS  dan perusahan pertambangan memiliki dampak  positif untuk lingkungan sekitar , karena bisa membuka lapangan kerja dan meningkatkan perekonomian, serta penghasilan bagi daerah,Pria yang merupakan salah satu Dewan Nasional Walhi tersebut menjelaskan, teorinya memang benar demikian. Namun , apakah pernah ada angka-angka jujur dikemukakan berkaitan dengan hal tersebut?

“Berpa banyak kemudian dana yang dikeluarkan karena terbukanya kawasan tersebut. Berapa banyak pengangguran karena usaha pertanian dan perladangan mereka hancur.Sungai menjadi rusak, hutan menjadi gundul, berapa banyak dana yang dikeluarkan lagi untuk itu? Jalan-jalan dan infrastruktur  yang rusak akibat hal tersebut , sehingga negara harus mengeluarkan biaya besar  untuk memperbaiki itu, yang secara tidak langsung itu adalah beban untuk rakyat,” ucapnya.

Pekerja-pekerjanya pu, tmbahnya kebanyakan mereka yang berasal dari luar. Yang setelah selesai menghisap di sini, mereka keluar, dan yang giliran memperbaiki nantinya adalah warga masyarakat lokal.

“Sekali pun ada penerimaan, biaya yang dikeluarkan untuk itu juga sangat besar. Dan menurut saya, dari data yang diperoleh, hasil perusahaan sawit untuk daerah sangat sedikit, karena  hanya dari pajak air permukaan dan PBB.PBB pun bagi perusahaan yang ber HGU, sementara pajak ekspor tidak dipungut oleh daerah  kita,” ungkapnya. (ns/tur).


Sumber:Harian Kalteng Pos, Palangka Raya, 3 Agustus 2011.

----------------------------------------------------------------------
ARTI PENTING PERKEBUNAN SAWIT
BAGI RAKYAT KALTENG
 -----------------------------------------------------------------------

Menurut Harian Tabengan, Palangka Raya
Editorial, 30 Juli 2011

Tak tangung-tanggung aksi demo yang berlangsung di Kota Kuala Pembuang ibukota Kabupaten Seruyan, Kamis (28/7), melibatkan ribuan warga Seruyan dari berbagai pelosok. Menariknya , mereka datang secara bergelombang dalam dua hari dengan menggunkan berbagai fasilitas  sarana trnsportasi, baik darat maupun sungai.

Mungkin ini masuk catatan sejarah yag pernah ada di wilayah Kalteng berkaitan dengan keberadaan perkebunan besar swst (PBS) . Tak mudah menggerakkan orang sebanyak ini, biasanya hal seperti ini diltarbelakangi kesabaran  warga yang sudah habis, mungkin karena beberapa hal di antaranya lahan yang dirampas oleh PBS.

Tentu keberadaan PBS-PBS itu tidak berdiri dengan sendirinya, ini terkait erat dengan kebijakan pemerintah termasuk kepala daerahnya. Tak heran , ribuan pendemo pun memaksa  untuk dipertemukan dengn Bupti Seruyan Darwan Ali.

Bercermin dari aksi demo ini, tentu ini pelajaran berharg yang harus dicermati secara serius oleh semua kalangan, mulai dari pemerintah, swasta, dan lain-lainnya. Bahwa rkyat di sekitr  PBS tidak selamanya diam. Mereka  pun mungkin telah banyak belajar, termasuk sempat ditahannya beberapa warga karena bergesekan dengan kepentingan PBS.

Artinya , jangan disalahkan bahwa diam mereka selama ini, tidak  berani berbuat.Padahal warga lokal di mana pun PBS berada , sebenarnya dinilai sebagai warga yang mungkin telah cukup sabar menghadapi tingkah polah  beragam investor yang berusaha di sekitar tempat tinggal mereka. Mereka juga sudah sangat hafal betul manisnya janji-janji , baik dari pemerintah mau pun para investor yang berusaha di sekitar kehidupan mereka. Tapi nyatanya mereka tetap diabaikan , bahkan malah dipinggirkan.

Berpuluh tahun, masyarakat di wilayah Kalteng sudah cukup sabar melihat tingkah polah perushan di sektor kehutanan uag mengusik kehidupan mereka, dan mungkin telah pergi meninggalkan kerusakan serta janji-janji manis hingga HPH tersebut tutup. Rupanya, keadaan ini sepertinya akan terulang di kala PBS dan investor tambang masuk. Masyarakat kembali hanya jadi penonton, malah sering dikambing-hitamkan jika muncul suatu masalah, bahkan , sering diseret ke ranah hukum dan kalah. Tentu ini ironis, bukannya dibela malah terhukum.

Sebenarny jika PBS tidak nakal, keludian oknum warga juga tidak mengaku-ngaku memiliki lahan, tetapi semua dibangun dengan kerendahan hati dan kejujuran tulus serta ikhlas  berbagi dengan sekitar, maka diyakini dunia investasi tidak serumit sekarang ini. Sudah saatnya, perusahaan membangun komunikasi  dan kerja sama dengan masyarakat sekitar kebun, dengan menumbuhkan rasa saling percaya,pasti semua akan berjalan aman.

Yang jelas patut diingat ,  bahwa persoalan dan keberadaan PBS sebenarnya seperti bom waktu. Masalah ini juga menjadi bagian penting belum rampungnya RTRWP Kalteng. Terlalu banyak pihak yang bermain dan ikut campur, sehingga penyelesaian masalahnya menjadi tidak pernah fokus.*** 
By :Kusni Sulang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar