Di tayangkan ulang dari :
Laporan Akhir Tahun 2012 Konsorsium Pembaruan Agraria
A. Pendahuluan
Memasuki tahun 2012, konflik agraria
telah menimbulkan keprihatinan dari banyak pihak. Situasi ini terkait dengan
pengungkapan video konflik agraria yang terjadi di Mesuji, Sumatera Selatan dan
Lampung di hadapan Komisi III DPR-RI. Tak lama berselang, terjadi penembakan
brutal oleh aparat Brimob Polda NTB dalam penanganan aksi masyarakat di
Kabupaten Bima, NTB yang menolak izin pertambangan pada akhir tahun 2011. Kedua
kejadian ini menewaskan puluhan masyarakat.
Seperti biasa, dalam setiap penanganan konflik agraria yang ada, pemerintah lebih banyak berkutat pada unsur-unsur pidana yang menyertai dalam konflik agraria. Namun akar persoalan konflik, yaitu masalah ketimpangan agraria tertinggal jauh di belakang tanpa penyelesaian, sehingga setiap saat konflik dapat kembali meledak.
Dalam hal penanganan konflik, ada
yang berbeda dalam merespon dan menangani ledakan konflik agraria di Mesuji,
dimana Presiden SBY secara khusus membentuk sebuah Tim Gabungan Pencari Fakta
(TGPF) yang ditugaskan secara resmi untuk melakukan investigasi terhadap kasus
tersebut, mulai dari akar persoalan yang menyebabkan konflik, hingga peristiwa
kekerasan yang terjadi. Tim TGPF ini kemudian telah menghasilkan sejumlah
rekomendasi. Akan tetapi sayangnya, rekomendasi terkait persoalan tanah di kasus
ini tidak dijalankan oleh pemerintah, khususnya Kemenhut RI, BPN RI dan Pemda,
sehingga pada tahun 2012 konflik Mesuji beberapa kali muncul kembali ke
permukaan.
Setelah itu, kami mencatat pula di
tahun 2012 ada begitu banyak inisiatif berbagai kalangan terhadap situasi
agraria yang tengah berkembang dan menjadi sorotan publik ini. Seolah tidak mau
kalah dengan inisiatif presiden, sepanjang tahun 2012 tercatat pula DPR RI, DPD
RI, Setwapres, UKP4, dan Wantimpres telah membentuk sejumlah tim kerja, tim
kajian, hingga usaha-usaha penyelesaian konflik agraria secara parsial. Tidak
ada upaya integrasi atas berbagai inisiatif tersebut, dan lagi-lagi hasilnya
nihil dalam menyediakan mekanisme penyelesaian konflik agraria yang jelas dan
utuh, apalagi dalam menjamin dan melindungi hak serta memberikan keadilan bagi
para korban konflik agraria.
Kejadian konflik agraria yang
berulang dan meluas dengan jumlah korban yang terus meningkat telah memberikan
kesaksian kepada publik bahwa keadilan agraria bagi para korban konflik agraria
telah terkubur sepanjang 2012.
B. Kejadian Konflik Agraria 2012
Dalam tiga tahun terakhir ini,
grafik kejadian konflik agraria di tanah air terus menunjukkan peningkatan.
Jika di tahun 2010 terdapat sedikitnya 106 konflik agraria di berbagai wilayah
Indonesia, kemudian di tahun 2011 terjadi peningkatan drastis, yaitu 163
konflik agraria, yang ditandai dengan tewasnya 22 petani/warga tewas di
wilayah-wilayah konflik tersebut, maka sepanjang tahun 2012 ini, KPA mencatat
terdapat 198 konflik agraria di seluruh Indonesia. Luasan areal konflik
mencapai lebih dari 963.411,2 hektar, serta melibatkan 141.915 kepala
keluarga (KK) dalam konflik-konflik yang terjadi.
Sementara catatan kriminalisasi dan kekerasan terhadap petani sepanjang tahun 2012 adalah; 156 orang petani telah ditahan, 55 orang mengalami luka-luka dan penganiayaan, 25 petani tertembak, dan tercatat 3 orang telah tewas dalam konflik agraria.
Sementara dilihat dari sebaran
wilayah konflik yang terjadi di 29 provinsi, maka jumlah konflik agraria
terbanyak masih terdapat di Provinsi Jawa Timur sebanyak 24 kasus dan Sumatera
Utara 21 kasus. Sementara DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Sumatera Selatan
masing-masing sebanyak 13 kasus. Di Riau dan Jambi masing-masing 11 kasus, dan
sisanya tersebar di provinsi lain di Indonesia – lihat gambar di bawah.
C. Konflik Agraria Sepanjang
Pemerintahan SBY
Presiden SBY adalah
presiden yang menjanjikan pelaksanaan Reforma Agraria dalam buku dan iklan
kampanyenya kepada rakyat. Di tahun 2007, pemerintahan ini pernah berjanji
melaksanakan Reforma Agraria melalui Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN).
Faktanya, seperti kita ketahui bersama pemerintahan ini sampai sekarang belum
memenuhi janji tersebut sebagaimana dimandatkan oleh konstitusi UUD 1945 dan
Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) 1960.
Sepanjang kekuasaan SBY sejak tahun
2004 hingga sekarang, telah terjadi 618 konflik agraria di seluruh wilayah
Republik Indonesia, dengan areal konflik seluas 2.399.314,49 hektar, dimana ada
lebih dari 731.342 KK harus menghadapi ketidakadilan agraria dan konflik
berkepanjangan.
Ketidakberpihakan pemerintah kepada
masyarakat yang tengah berkonflik, tindakan intimidasi dan kriminalisasi, serta
pemilihan cara-cara represif oleh aparat kepolisian dan militer dalam
penanganan konflik dan sengketa agraria yang melibatkan kelompok masyarakat
petani dan komunitas adat telah mengakibatkan 941 orang ditahan, 396 mengalami
luka-luka, 63 orang diantaranya mengalami luka serius akibat peluru aparat,
serta meninggalnya 44 orang di wilayah-wilayah konflik tersebut selama periode
2004 – 2012. Bahkan, sebagaimana disebutkan di atas, dalam tiga tahun terakhir
ini (2010 – 2012) grafik kejadian konflik agraria di tanah air terus
menunjukkan peningkatan – sebagaimana ditunjukkan pada grafik kejadian
konflik per tahun di bawah.