Laman

7 Sep 2011

Petisi_Hentikan Kriminalisasi Petani dan Usut Dugaan Manipulasi Jual Beli Tanah Eks HGU Milik Rakyat di Desa Dagang Kerawan Kec. Tanjung Morawa, Deli Serdang"


Kawan2 jaringan yb,
Menjelang hari idul fitri ternyata kriminalisasi rakyat bukannya berhenti. Persis dua pekan menjelang lebaran, kriminalisasi kembali terjadi terhadap kelompok tani Jas Merah di Dagang Kerawan Deli Serdang Sumut. Berikut ini kami sampaikan surat protes Perhimpunan BAKUMSU ke sejumlah instansi dan lembaga berwenang,  perihal  "Hentikan Kriminalisasi Petani dan Usut Dugaan  Manipulasi Jual Beli  Tanah Eks HGU Milik Rakyat di Desa Dagang Kerawan Kec. Tanjung Morawa, Deli Serdang". Surat ini terkait dengan konflik tanah eks HGU PTP II di Dagang Kerawan antara Kelompok Petani JAs Merah dengan Kelompok mafia tanah DR. RM HMS yang menguasai tanah tersebut secara manipulatif dengan melibatkan elit PTPN II dan aparat penegak hukum di Deli Serdang maupun di Poldasu. Mohon bantuan jaringan untuk menggalang surat sejenis dan mengirimkannya ke lembaga terkait untuk mendukung perjuangan rakyat.
Atas perhatian dan kerjasamanya diucapkan terima kasih.
Selamat Idul Fitri, mohon maaf lahir dan batin,

Wassalam,
Benget Silitonga

---------------------
Alamat Surat:

1.Kapolres Deli Serdang, MAPOLRES Deli Serdang Jl sudirman No 18 Lubuk pakam Deli Serdang
 Fax; 061-7956129

2.Kapoldasu, MAPOLDASU Jl. SM Raja KM 9 
  Medan Fax; 061-7879372
Alamat dan komtak Instansi yang lain kami anggap kawan jaringan sudah mengetahuinya.
------------------------------------------------------------------------------------ 
Surat Protes
Medan, 26 Agustus 2011

No        : 026/BAKUMSU/SE/VIII/2011
Hal       : Hentikan Kriminalisasi Petani dan Usut Dugaan  Manipulasi Jual Beli  Tanah Eks HGU Milik Rakyat di Desa Dagang Kerawan Kec. Tanjung Morawa, Deli Serdang
Lamp    : -


Kepada Yth;
1.       Kepala Kepolisian RI  (KAPOLRI) di Jakarta
2.       Ketua KOMNAS HAM RI di Jakarta
3.       Komisi Kepolisian Nasional (KOMPOLNAS)
4.       Menteri Negara BUMN di  Jakarta
5.       Kepala BPN di Jakarta
6.       Menteri Dalam Negeri di  Jakarta
7.       Gubernur Sumut di Medan
8.       Kepala Kepolisian Daerah Sumut (KAPOLDASU) di Medan
9.       Bupati Deli Serdang di Lubuk Pakam
10.   Kepala Kepolisian Resort Deli Serdang di Lubuk Pakam

Dengan Hormat,
Kami mendapat informasi dan pengaduan warga masyarakat bahwa praktik Penangkapan dan kriminalisasi terhadap petani kembali terjadi di wilayah hukum Kepolisian Resort Deli Serdang. Kriminalisasi dimaksud  menimpa 5 orang petani yang tergabung dalam Kelompok Tani Jas Merah, di Desa Dagang Kerawan, Kecamatan Tanjung Morawa, Kabupaten Deli Serdang. Kejadian tersebut menambah panjang bentangan tindakan kekerasan, intimidasi dan kriminalisasi terhadap kaum tani pada masa reformasi.
Dari kronologi yang kami terima, praktik kriminalisasi oleh Negara  melalui tangan  Kepolisian Resort Deli Serdang terhadap rakyat dalam memperjuangkan hak hidupnya bermula pada tanggal 28 Juli 2011 sekitar pukul 13.00 WIB dimana kelompok tani Forum Jas Merah bergotong royong berencana membuat musholah (rumah ibadah) bertempat dilahan EKS HGU PTPN II Tanjung Morawa di Desa Dagang Kerawan, Kabupaten Deli Serdang. Secara tiba-tiba datang segerombolan orang yang diduga suruhan ketua Yayasan Nurul Amaliah DR RM HMS dan di komandoi oleh SH (mantan anggota DPRD Deli Serdang) bersama oknum aparat polisi. Tanpa basa basi segerombolan orang tersebut menendangi batu bata yang baru dipasang oleh masyarakat. Kejadian tersebut disaksikan oleh oknum kepolisian yakni: BRIPTU Supriadi dari Intel Polsek Tanjung Morawa dan Kanit III Intelkam Polres Deli Serdang bermarga Hasibuan. Masyarakat yang menyaksikan kejadian tersebut tidak melawan dan langsung melaporkan kejadian tersebut kepada Kepolisian Sektor (Polsek) Tanjung Morawa namun tidak di tanggapi hingga hari ini.
Kemudian pada tanggal 06 Agustus 2011 pukul 16.00 wib, ketika masyarakat sedang bercocok tanam, tiba tiba para preman bayaran diduga DR RM HMS dari Yayasan Nurul Amaliah bersama 2 orang oknum polisi membuat keributan kembali mencabuti tanaman yang telah ditanam oleh masyarakat. Ironisnya oknum polisi tersebut tidak mengambil sikap atas pengerusakan yang dilakukan oleh preman bayaran, malah ikut menendangi tanaman yang ditanam warga serta memprovokasi keadaan.

Besok harinya tanggal 07 Agustus 2011 pukul 13.00 wib, salah seorang masyarakat melihat para preman, diduga suruhan DR RM HMS mencabuti tanaman masyarakat lalu  memberitahukan kejadian tersebut kepada Eko Sopianto selaku Ketua Forum Tani Jas Merah. Eko Sopianto bersama masyarakat langsung datang ke TKP berniat untuk kembali menanami lahan yang telah dirusak tersebut. Sesampai di lahan masyarakat langsung diserang oleh oknum preman bayaran diduga suruhan DR RM HMS yang dibeking oknum polisi dari intel polsek Tanjung Morawa, dan bahkan oknum polisi tersebut mengancam salah seorang warga yang bernama Sulaiman untuk ditembak dan oknum polisi terebut juga meletuskan senjatanya sebanyak dua kali ke atas sehingga membuat warga semakin marah, dan  demi membela diri bentrokan pun tak dapat dihindari lagi.

Akhirnya pihak Kepolisian Resort Deli Serdang pada tanggal 8 Agustus 2011 pukul 01.30 dini hari menangkap 3 orang warga yakni Eko Sopianto (ketua kelompok tani jas merah ); Sumardi (wakil ketua); Senja Purnomo dari kediamannya masing-masing karena mereka dianggap sebagai pelaku dari penganiayaan terhadap orang yang diduga suruhan Suprianto. Dan tanggal 24 Agustus 2011 Polres Deli Serdang kembali melakukan penangkapan terhadap 2 orang kelompok tani Jas Merah yakni Sopiantoro als Keling dan Budi. Kelimanya kini ditahan di Polres Deli Serdang. Bukan tidak mungkin, pada hari mendatang akan nada lagi petani yang dikriminalisasi oleh Aparat Kepolisian.

Apa yang dialami Petani yang tergabung dalam Kelompok Tani Jas Merah dan  dan Kelompok Pensiunan PTPN II di atas tentunya sungguh memprihatinkan. Sebab bila dirunut ke belakang, berdasarkan fakta sejarah mereka sejatinya memiliki hak atas tanah tersebut, sebagaimana dijelaskan dalam paragraf berikut ini.
Sejarah tanah yang berkonflik tersebut bermula pada  masa pendudukan Jepang tahun 1942 dimana Abu Bakar (alm) dan Wiryo Sentono (alm) serta Amat Kastam dan kawan-kawan sekampung bekerja di bawah telapak kakinya Jepang. Dimana rakyat pada masa itu hanya boleh bertani tetapi tidak boleh mengecap hasilnya. Lalu tahun 1945 setelah Indonesia merdeka keadaan tidak juga mengalami perubahan, pecahnya agresi I dan agresi II dimana tentara Belanda kembali menjajah dengan dalih Konfrensi Meja Bundar. Pada saat ini terjadi kekosongan kekuasaan dan pada saat itu pula rakyat kembali turun untuk bercocok tanam. Dan selanjutnya terjadi penyerahan tanah ex cossesi NV.Van Deli Mackepei yang kemudian rakyat meminta perlindungan tanah agar segera dilakukan, namun lagi-lagi rakyat tetap jadi korban karena masih berkecamuknya keserakahan elit-elit pemimpin sehingga jatuhnya cabinet Wilopo tahun 1953. Melihat dari peristiwa tersebut lahirlah KRPT (Undang-undang darurat No.8 thn 1954) yang dalam artian undang-undang tersebut melindungi hak hak atas tanah rakyat. Lalu pecah peristiwa 1965 tanah tersebut diambil secara paksa oleh PTP IX. Terhadap warga yang melawan dituduh PKI dan sebagian besar alas hak warga dirampas untuk dimusnahnya.

Lalu oleh PTP IX tanah tersebut diserahkan kepada PTPN II dan diberikan sertifikat Hak Guna Usaha No.1 oleh BPN pada tanggal 10 Maret 1965 untuk lahan seluas 75,11 ha.

Pada tanggal 9 Juni 2000 HGU PTPN II telah habis masa berlakunya. Sesuai dengan PP No.40 thn 1996 bila HGU telah habis masa berlakunya dan pemerintah tidak memberi perpanjangan lagi maka status tanah menjadi tanah yang langsung dikuasai oleh Negara dan peraturan peruntukannya menjadi kewenangan Gubernur Sumut. Warga bersabar menanti hingga 35 tahun hingga batas akhir berlakunya HGU.
Namun PTPN II, melalui Direktur Utama (Dirut) Ir.H.Suwandi ketika itu,  menjual tanah yang telah habis HGU-nya tersebut kepada Yayasan Pendidikan Nurul Amaliyah Tanjung Morawa yang pemiliknya adalah DR Raden Mas Haji M.Supriyanto alias Anto Keling berdasarkan akte No.13 tanggal 16 November 2005. Dalam perjanjian ganti rugi tersebut, luas tanah yang dijual oleh PTPN II/Suwandi kepada Anto Keling luasnya 78,16 ha. Kejadian ini tentunya saja memukul warga ahli waris sebab ketika pembuatan akta tersebut pihak Dirut PTPN II bukan lagi sebagai pemegang hak.

MA melalui putusannya No.798 K/Pid.Sus/2008 menjatuhkan hukuman terhadap Suwandi selama 2 tahun penjara karena telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama sama karena menjualkan tanah yang bukan miliknya. Meski penjual (Suwandi) telah dihukum bersalah oleh MA tetapi warga tidak dapat menguasai tanah warisan tersebut.

Mencermati praktik kriminalisasi yang dilakukan milisi sipil (Preman) dan Kepolisian di atas,  kami  menyampaikan sikap;

1.       Meminta dan Mendesak KAPOLRI,  Komisi Kepolisian Nasional, dan KAPOLDASU untuk mengusut, memeriksa, dan memberi sanksi tegas kepada jajaran Kepolisian Resort Deli Serdang, yang menurut kami tidak cakap dan inkompeten menjalankan tugas dan telah melakukan pelanggaran serius terhadap hak sipil politik petani dan Hak-hak Ekonomi Sosial Budaya yang tergabung dalam Kelompok Tani Jas Merah, sebagaimana diatur dan dijamin dalam Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik yang telah diratifikasi oleh pemerintah Indonesia melalui UU No. 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik, UU No. 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, dan UU No. 5 Tahun 1998 tentang Pengesahan Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman lain yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia. 

2.       Meminta dan Mendesak KOMNAS HAM RI untuk segera membentuk Tim Pencari Fakta dan melakukan investigasi ke lapangan untuk mengusut dugaan terjadinya pelanggaran HAM para Petani yang tergabung dalam Kelompok Tani Jas Merah di Dagang Kerawan Deli Serdang, Sumatera Utara. Kami juga meminta KOMNAS HAM RI agar melindungi para petani yang tergabung dalam Kelompok Tani Jas Merah dan Kelompok Pensiunan PTPN II dari tindakan kriminalisasi, intimidasi, dan pengangkapan sewenang-wenang oleh preman dan  aparat kepolisian Polres Deli Serdang dan Polisi Daerah Sumut.

3.       Mendesak KAPOLDASU  segera memerintahkan Kepala Kepolisian Resort Deli Serdang untuk   menghentikan semua praktik kriminalisasi terhadap rakyat (petani) yang memperjuangkan haknya atas tanah di Desa Dagang Kerawan, Kec. Tanjung Morawa Kab. Deli Serdang dan segera membebaskan para petani yang tak bersalah yang tergabung dalam Kelompok Tani Jas Merah.  Bagi kami, praktik kriminalisasi kepolisian terhadap petani yang tergabung dalam Kelompok Tani Jas Merah yang memperjuangkan hak atas tanah untuk kehidupannya, merupakan bentuk penegakan hukum kaca mata kuda yang mengingkari nilai, sistem, dan  keadilan atas hak-hak masyarakat. Mengingat fungsi dan tugas utama Kepolisian bukan hanya penegak hukum tetapi juga adalah pengayom dan pelayan masyarakat, maka cara-cara penyelesaian konflik pertanahan melalui tindakan kekerasan terhadap warga dengan melibatkan pihak aparat keamanan dan mengikutsertakan preman adalah cara-cara biadab yang tidak menghargai hak asazi manusia.

4.       Mendesak pemerintah, dalam hal ini Menteri BUMN, Kepala BPN, Mendagri, Pempropsu dan Pemkab Deli Serdang untuk menghentikan semua praktik penjarahan tanah eks HGU PTPN II milik rakyat yang dilakukan oleh mafia tanah di Desa Dagang Kerawan Kec.Tanjung Morawa Kab.Deli Serdang karena telah menimbulkan ketidak nyamanan bagi masyarakat dalam mengelola lahan pertaniannya, dan mengembalikan hak atas tanah kepada rakyat.

5.       Mendesak  pemerintah, dalam hal ini Menteri BUMN, Kepala BPN, Mendagri, Pempropsu dan Pemkab Deli Serdang, dan Kepolisian untuk segera mengusut dugaan manipulasi jual beli tanah eks HGU PTP II di Desa Dagang Kerawan, seluas 78,16 Ha, yang dilakukan para mafia tanah.   

6.       Mendesak Kapolres Deli Serdang untuk menindak tegas mafia tanah yang di beking oleh preman yang telah mengganggu dan meresahkan masyarakat. Karena menurut pantauan di lapangan bahwa orang yang tidak dikenal berkeliaran di sekitar wilayah tanah yang saat ini sedang berkonflik.
Demikian surat dan sikap kami ini disampaikan, atas perhatiannya diucapkan terimakasih.
Hormat kami,
Benget Silitonga
Sekretaris Eksekutif

Tembusan;
1.       Forum Rakyat Bersatu (FRB)
2.       Kelompok Tani Jas Merah
3.       Mitra dan Jaringan
4.       Media Pers
5.       Pihak yang dianggap penting
6.       pertinggal

Tidak ada komentar:

Posting Komentar