Laman

7 Sep 2011

Kliping_"Gandhi" Baru yang Antikorupsi

Anna Hazare

"Gandhi" Baru yang Antikorupsi


Oleh Wisnu Dewabrata
Walau sama-sama dipersepsi negara korup sesuai Indeks Persepsi Korupsi (CPI) tahun 2010 versi Transparency International, prospek pemberantasan korupsi di India boleh jadi jauh lebih baik ketimbang Indonesia. 

Hal ini karena di India ada sosok fenomenal, aktivis antikorupsi seperti Anna Hazare (74). Rekam jejak perjuangannya memperlihatkan, sosok Hazare tak bisa dipandang sebelah mata. Hazare bukanlah tokoh ”karbitan” yang muncul belakangan. Sejak dekade 1980-an, dia sudah berjuang memberantas korupsi.
Selain isu korupsi, Hazare juga dikenal aktif memperbaiki kesejahteraan masyarakat miskin di India. Dia sukses mengubah desa miskin Ralegan Siddhi, yang juga kampung halamannya, menjadi desa yang mandiri dan makmur.

Penampilan Hazare sangat bersahaja. Sehari-hari dia hanya mengenakan khadi, pakaian tradisional India; berkopiah putih; dan kacamata rangka bulat yang mengingatkan orang pada pahlawan kemerdekaan India, Mahatma Gandhi.

Banyak kalangan mengidentikkan Hazare dengan Gandhi, terutama karena keduanya memiliki garis perjuangan yang sama, yakni perjuangan tanpa kekerasan.

Hazare pun berani maju sendiri memperjuangkan kebenaran. Berkali-kali dia dipenjara, bahkan belakangan mendapat ancaman pembunuhan.

Rakyat India kini menjadikannya sosok ”Gandhi” baru dengan aksi tanpa kekerasan, seperti yang dilakukan Gandhi saat melawan pemerintah kolonial Inggris.

1.500 dollar AS

Hazare tinggal di sebuah kamar berukuran kecil, tidak jauh dari kuil di desanya yang terpencil. Dia juga hanya memiliki simpanan tidak lebih dari 1.500 dollar AS pada tabungannya. Uang itu berasal dari tunjangan pensiunnya dari dinas ketentaraan.

Pria kelahiran 15 Januari 1940 itu punya nama asli Kisan Bapat Baburao Hazare. Dia lahir di Desa Bhingar, Distrik Ahmednagar, Provinsi Maharashtra, wilayah barat India, sebagai salah satu dari tujuh anak keluarga buruh miskin tanpa keterampilan.

Saat remaja, Hazare pindah ke Mumbai mengikuti keluarga bibinya. Di Mumbai, dia menghabiskan masa remaja dan bekerja menjadi penjual bunga. Pada usia 23 tahun, ia mendaftar pada dinas ketentaraan. Tugas pertamanya menjadi pengemudi truk militer di Angkatan Darat India.

Hazare lalu depresi berat karena perang. Dia bahkan sempat berniat bunuh diri hingga satu kejadian besar mengubah perjalanan hidupnya.

Suatu saat pada 1965, truk militer yang dibawanya terjebak dalam pertempuran sengit. Pakistan menyerang India secara besar-besaran, termasuk lewat udara. Truk yang dibawa Hazare meledak dan hancur ditembak musuh. Semua prajurit yang dibawanya saat itu tewas, hanya Hazare yang lolos dari maut.

Kejadian traumatis itu memberi pencerahan kepada Hazare. Dia bersumpah mengabdikan diri kepada rakyat. Setelah 15 tahun menjadi tentara, dia mengajukan pensiun dini.

Proses ”pencerahan” lain didapatnya saat secara tak sengaja membaca buku karya filsuf Hindu terkenal, Swami Vivekananda, di stasiun kereta api New Delhi. Sepenggal kalimat dalam buku Swami mengentak jiwanya: ”melayani orang miskin sama artinya dengan melayani Tuhan”.

Hazare lalu pulang kampung ke Desa Ralegan Siddhi. Seperti desa miskin lain di India, tak banyak yang bisa diharapkan di desanya. Penduduknya miskin dan tak terpelajar. Lahan pertanian di desa itu telantar karena tidak subur dan tak dilengkapi dengan sistem pengairan yang baik.

Hazare lalu membuka usaha simpan pinjam bahan makanan berbentuk padi-padian. Mereka yang meminjam sekantong beras wajib mengembalikan pinjamannya saat panen tiba, ditambah sekantong beras lagi sebagai bunga pinjaman. Dia juga membangun sistem irigasi untuk mengairi perkebunan.
Setelah sukses dengan usaha simpan pinjam dan irigasi, Hazare bersama masyarakat desanya mulai bergerak dalam bidang lain, seperti peternakan sapi perah, pendirian sekolah, dan pemasangan pembangkit listrik tenaga surya.

Setiap keuntungan digunakan untuk meningkatkan produktivitas. Susu sapi yang berlimpah sebagian dibagikan untuk anak-anak sekolah. Keuntungan dari perkebunan dan peternakan dibelikan kendaraan angkut yang dipakai petani dan peternak untuk mengangkut hasil panen.

Terkait problem sosial, Hazare bekerja sama dengan pendeta di kampungnya membuat semacam terapi kejut. Konsumsi dan peredaran alkohol dilarang. Mereka yang melanggar akan diikat di tiang dekat kuil, lalu dipukuli di depan umum. Para pencuri juga mendapat hukuman sama.

Titik awal

Perjuangan membangun desa itu menjadi titik awal perlawanan Hazare terhadap korupsi. Sepanjang upayanya, tak sedikit pejabat dan politisi lokal yang iri dan tidak senang.

Untuk melawan mereka, Hazare mendirikan Gerakan Masyarakat Melawan Korupsi (Bhrashtachar Virodhi Jan Andolan). Target utamanya adalah pejabat dan politisi korup. Caranya, menggelar mogok makan.

Walau sempat dicibir sebagai bentuk lain ”pemerasan”, cara itu terbilang efektif. Pada 1995-1996, Hazare dan organisasinya berhasil memaksa pemerintahan koalisi dua partai, Shiv Sena-BJP, memecat dua menteri kabinet yang terbukti korup dalam proses pembelian lahan.

Hazare sempat dipenjara tiga bulan saat pejabat yang diadukan balik menuduhnya mencemarkan nama baik. Ia dibebaskan setelah pendukungnya menggelar aksi protes.

Hazare juga mempersoalkan korupsi yang dilakukan 42 penjaga hutan. Dia menyerahkan bukti-bukti cukup, tetapi tak ditindaklanjuti pemerintah. Sebagai protes, Hazare kembali menggelar mogok makan.
Dia juga mengembalikan dua penghargaan dari pemerintah, yaitu Padmashri Award, penghargaan dari Presiden India tahun 1990, dan Vriksha Mitra Award dari mendiang Perdana Menteri Rajiv Gandhi.
Pemerintah pun menyerah. Pejabat yang diduga terlibat, termasuk enam menteri, dipaksa mundur dari jabatannya. Lebih dari 400 pejabat pemerintah ”dirumahkan”.

Kini, Hazare kembali mogok makan untuk memperjuangkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Lokpal. RUU ini memungkinkan pejabat tinggi yang korupsi diseret ke pengadilan walaupun dia seorang perdana menteri atau petinggi lembaga yudikatif.

Akankah aksi mogok makan Hazare berkembang menjadi aksi rakyat untuk menumbangkan pemerintahan yang korup, seperti terjadi di sebagian Arab? Yang jelas, rakyat India sudah sangat muak dengan korupsi.
(www.annahazare.org/NDTV/ WALL STREET JOURNAL/ GUARDIAN/CNN)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar